PATI I Ada yang berbeda dari perayaan sedekah bumi tahun ini di Desa Dukuhseti. Tidak hanya orang tua yang tampak antusias, tetapi juga anak – anak muda yang mengambil peran penting dalam berbagai rangkaian acara.
Pagelaran wayang kulit yang biasanya didominasi penonton usia dewasa, kali ini justru dipenuhi remaja dan pelajar.
Mereka tampak antusias menyimak lakon yang dibawakan oleh Dalang Kusno. “Ini baru pertama kali saya nonton wayang sampai selesai. Seru juga, banyak pesan hidupnya,” ujar Dimas, pelajar SMK asal Dukuhseti, Rabu (7/5/25).
Mbak Fitri, sinden asal Purwodadi, menambahkan sentuhan magis lewat tembang -tembang Jawa yang mengiringi setiap adegan. Suara khasnya menyatu dengan alunan gamelan, menciptakan suasana yang mendalam.
Selain pertunjukan, panitia juga melibatkan para pemuda sebagai penggerak kegiatan. Mereka menjadi panitia turnamen voli, pengisi acara festival karaoke, hingga pengawal arak – arakan budaya. Semua dilakukan dengan semangat gotong royong.
Kepala Desa Dukuhseti, Dr. Ahmad Rifa’i, M.H mengapresiasi keterlibatan generasi muda. “Saya bangga karena sekarang anak – anak muda sadar bahwa budaya itu milik mereka juga. Ini tanda bahwa tradisi tidak mati, tapi hidup bersama mereka,” imbuh Kades Dukuhseti kepada mediagroupcyber.com
Salah satu yang menarik adalah penutupan acara dengan Sholawatan. Tidak seperti daerah lain yang mungkin memilih musik DJ atau konser, Dukuhseti justru menonjolkan nilai religius. Hal ini memberikan warna baru dan menjadi daya tarik tersendiri.
“Dengan Sholawatan, kita akhiri semua kegiatan dengan ketenangan batin. Ini penting agar euforia tidak berujung pada hal negatif,” tambah Dr. Ahmad Rifa’i M.H
Dari pengamatan tokoh masyarakat, pendekatan kultural seperti ini mulai membawa perubahan positif.
“Anak – anak muda sekarang lebih terarah. Mereka mulai paham bahwa kesenangan itu tak harus merusak,” kata Ketua RW setempat.
Sedekah Bumi di Dukuhseti kini tidak hanya sebagai bentuk syukur, tapi juga menjadi laboratorium sosial yang efektif dalam membangun karakter generasi penerus.
Tradisi menjadi media edukasi yang menyenangkan, sekaligus menyatukan seluruh lapisan masyarakat.(@Gus Kliwir)